Aku
lahir tanggal 3 September 1961. Kata ibuku, ketika aku berumur bulanan,
setiap kali mendengar suara adzan maghrib aku selalu menangis. Aku
nggak tau kenapa sampai sekarang pun aku masih gambang menangis. Biar
begini-begini, aku orangnya lembut dan gampang tersentuh. Sebagai
contoh, menyaksikan berita di televisi yang memberitakan ada orang
sukses lalu medapatkan penghargaan atas prestasinya, aku pun bisa
menangis. Melihat seorang ibu yang menunjukkan cinta kasihnya pada
anaknya, juga bisa membuat aku tersentuh dan lalu menangis.
Bicara perjalanan karir musikku, dimulai ketika aku aktif ngamen di
Bandung. Aku mulai ngamen ketika berumur 13 tahun. Waktu itu aku masih
SMP. Aku belajar main gitar dari teman-teman nongkrongku. Kalau mereka
main gitar aku suka memperhatikan. Tapi mau nanya malu. Suatu hari aku
nekat memainkan gitar itu. Tapi malah senarnya putus. Aku dimarahi.
Sejak saat itu, gitar seperti terekam kuat dalam ingatanku. Kejadian itu begitu membekas dalam ingatanku.
Dulu aku pernah sekolah di Jeddah, Arab Saudi, di KBRI selama 8 bulan.
Kebetulan di sana ada saudara orang tuaku yang nggak punya anak. Karena
tinggal di negeri orang, aku merasakan sangat membutuhkan hiburan.
Hiburan satu-satunya bagiku adalah gitar yang kubawa dari Indonesia.
Saat itu ada dua lagu yang selalu aku mainkan, yaitu Sepasang Mata Bola
dan Waiya.
Waktu pulang dari Jeddah pas musim Haji. Kalau di pesawat orang-orang
pada bawa air zam-zam, aku cuma menenteng gitar kesayanganku. Dalam
perjalanan dalam pesawat dari Jeddah ke Indonesia, pengetahuan gitarku
bertambah. Melihat ada anak kecil bawa gitar di pesawat, membuat seorang
pramugari heran. Pramugari itu lalu menghampiriku dan meminjam gitarku.
Tapi begitu baru akan memainkan, pramugari itu heran. Soalnya suara
gitarku fals. "Kok kayak gini steman-nya?" tanyanya. Waktu itu, meski
sudah bisa sedikit-sedikit aku memang belum bisa nyetem gitar. Setelah
membetulkan gitarku, pramugari itu lalu mengajariku memainkan lagu
Blowing in the Wind-nya Bob Dylan.
Waktu
sekolah di SMP 5 Bandung aku juga punya pengalaman menarik dengan
gitar. Suatu ketika, seorang guruku menanyakan apakah ada yang bisa
memainkan gitar. Meski belum begitu pintar, tapi karena ada anak
perempuan yang jago memainkan gitar, aku menawarkan diri. "Gengsi dong,"
pikirku waktu itu. Maka jadilah aku pemain gitar di vokal grup
sekolahku.
Kegandrunganku pada gitar terus berlanjut. Saat itu teman-teman mainku
juga suka memainkan gitar. Biasanya mereka memainkan lagu-lagu Rolling
Stones. Melihat teman-temanku jago main gitar, aku jadi iri sendiri. Aku
ingin main gitar seperti mereka. Daripada nggak diterima di pergaulan,
sementara aku nggak bisa memainkan lagu-lagu Rolling Stones, aku nekat
memainkan laguku sendiri. Biar jelek-jelek, yang penting lagu ciptaanku
sendiri, pikirku.
Untuk menarik perhatian teman-temanku, aku membuat lagu-lagu yang
liriknya lucu, humor, bercanda-canda, merusak lagu orang. Mulailah
teman-temanku pada ketawa mendengarkan laguku.
Setelah merasa bisa bikin lagu, apalagi bisa bikin orang tertawa, timbul
keinginan untuk mencari pendengar lebih banyak. Kalau ada hajatan,
kawinan, atau sunatan, aku datang untuk menyanyi. Dulu manajernya
Engkos, yang tukang bengkel sepeda motor. Karena kerja di bengkel yang
banyak didatangi orang, dia selalu tahu kalau ada orang yang punya
hajatan.
Di SMP aku sudah merasakan betapa pengaruh musik begitu kuat. Mungkin
karena aku nggak punya uang, nggak dikasih kendaraan dari orang tua
untuk jalan-jalan, akhirnya perhatianku lebih banyak tercurah pada
gitar. Sekolahku mulai nggak benar. Sering bolos, lalu pindah sekolah.
Aku merasakan gitar bisa menjawab kesepianku. Apalagi ketika sudah
merasa bisa bikin lagu, dapat duit dari ngamen, mulailah aku sombong.
Tetapi sesungguhnya semuanya itu kulakukan untuk mencari teman, agar
diterima dalam pergaulan.
Suatu ketika ada orang datang ke Bandung dari Jakarta. Waktu itu aku
baru sadar kalau ternyata lagu yang kuciptakan sudah terkenal di
Jakarta. Maksudku sudah banyak anak muda yang memainkan laguku itu.
Malah katanya ada yang mengakui lagu ciptaanku.
Sebelum orang Jakarta yang punya kenalan produser itu datang ke Bandung,
aku sebetulnya sudah pernah rekaman di Radio 8 EH. Aku bikin lagu lalu
diputar di radio itu. Tapi radio itu kemudian dibredel.
Setelah kedatangan orang Jakarta itu, atas anjuran teman-temanku, aku
pergi ke Jakarta. Waktu itu aku masih sekolah di SMAK BPK Bandung.
Sebelum ke Jakarta aku menjual sepeda motorku untuk membuat master. Aku
tidak sendirian. Aku bersama teman-teman dari Bandung: Toto Gunarto,
Helmi, Bambang Bule yang tergabung dalam Amburadul.
Kami
lalu rekaman. Ternyata kasetnya tidak laku. Ya, sudah, aku ngamen lagi,
kadang-kadang ikut festival. Setelah dapat juara di festival musik
country , aku ikut festival lagu humor. Kebetulan dapat nomor. Oleh
Arwah Setiawan (almarhum) lagu-lagu humorku lalu direkam, diproduseri
Handoko. Nama perusahaannya ABC Records. Aku rekaman ramai-ramai, sama
Pepeng (kini pembawa acara kuis Jari-jari, jadi MC, dll), Krisna, dan
Nana Krip. Tapi rekaman ini pun tak begitu sukses. Tetap minoritas.
Hanya dikonsumsi kalangan tertentu saja, seperti anak-anak muda.
Akhirnya aku rekaman di Musica Studio. Sebelum ke Musica, aku sudah
rekaman sekitar 4 sampai 5 album. Setelah rekaman di Musica itu, musikku
mulai digarap lebih serius. Album Sarjana Muda, misalnya, musiknya
ditangani Willy Soemantri.
(diambil dari iwanfals.co.id)
Nama asli: Virgiawan Listanto
Nama populer: Iwan Fals
Nama panggilan: Tanto
Tempat tgl. lahir: Jakarta, 3 September 1961
Alamat sekarang: Jl. Desa Leuwinanggung No. 19 Cimanggis,
Bogor Jawa Barat - Indonesia
Pendidikan:
SMP 5 Bandung,
SMAK BPK Bandung,
STP (Sekolah Tinggi Publisistik, sekarang IISIP),
Institut Kesenian Jakarta (IKJ)
Orang tua: Lies (ibu), alm. Sutopo (ayah)
Isteri: Rosanna (Mbak Yos)
Anak:
Galang Rambu Anarki (almarhum)
Anissa Cikal Rambu Basae
Rayya Rambu Robbani
(Iwanfalsmania.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar