Rabu, 27 Februari 2013

Kupaksa Untuk Melangkah "Iwan Fals"

   G             Bm        C               D

* Ku langkahkan kakiku yang rapuh

       G           Bm     C         D

   Tinggalkan sepi kota asalku

     G   Bm             C              D

   Saat pagi buta sandang gitar usang

     G     Bm                  C       D

   Ku coba menantang keras kehidupan

     G       Bm             C            D

   Datangi rumah-rumah tak jemu

     G         Bm      C         D

   Petik tali-tali senar gitarku

     G    Bm             C                  D

   Dari tenda ke tenda warung yang terbuka

    G        Bm            C               D              G

   Lantang nyanyikan lagu oh memang kerjaku

Reff :

  Bm     C            D         G

Tak pasti jalur jalan hidup

Bm        C             D          G

Ku tunggu putaran roda nasib

 Bm     C                  D                 G

Ku coba paksakan untuk melangkah

         Bm          C            D                      G  Bm             C       D

Sementara kerikil-kerikil tajam menghadang        langkahku

  G             Bm        C               D

Ku langkahkan kakiku yang rapuh

    G           Bm     C         D

Tinggalkan sepi kota asalku

Interlude : Am D Am D Am D

                G Bm C D 4x G

         Bm          C            D                      G  Bm             C       D

Sementara kerikil-kerikil tajam menghadang        langkahku

Balik ke Reff

  G             Bm        C               D

Ku langkahkan kakiku yang rapuh

    G           Bm     C         D

Tinggalkan sepi kota asalku

  G       Bm             C            D

 Datangi rumah-rumah tak jemu

   G         Bm      C         D

 Petik tali-tali senar gitarku

Jendela Kelas Satu "Iwan Fals"

Duduk di pojok bangku deretan belakang
Di dalam kelas penuh dengan obrolan
Slalu mengacau laju hayalan,

Dari jendela kelas yang tak ada kacanya
Dari sana pula aku mulai mengenal
Seraut wajah berisi lamunan,

Bibir merekah dan merah selalu basah
Langkahmu tenang kala engkau berjalan
Tinggi semampai gadis idaman

Kau datang membawa
Sebuah cerita
Darimu itu pasti lagu ini tercipta
Darimu itu pasti lagu ini tercipta


Dari jendela kelas yang tak ada kacanya
Tembus pandang ke kantin bertalu rindu
Datang mengetuk pintu hatiku

Kau datang membawa
Sebuah cerita
Darimu itu pasti lagu ini tercipta
Darimu itu pasti lagu ini tercipta..

Jangan Bicara "Iwan Fals"

Jangan bicara soal idealisme
Mari bicara berapa banyak uang di kantong kita
Atau berapa dahsyatnya
Ancaman yang membuat kita terpaksa onani
Jangan bicara soal nasionalisme
Mari bicara tentang kita yang lupa warna bendera sendiri
Atau tentang kita yang buat
Bisul tumbuh subur
Di ujung hidung yang memang tak mancung

Jangan perdebatkan soal keadilan
Sebab keadilan bukan untuk diperdebatkan
Jangan cerita soal kemakmuran
Sebab kemakmuran hanya untuk anjing si tuan polan

Lihat di sana... Di urip meratap
Di teras marmer direktur mutat
Lihat di sana... Si icih sedih
Di ranjang empuk waktu majikannya menindih

Lihat di sana.... Parade penganggur
Yang tampak murung di tepi kubur

Lihat di sana....... Antrian pencuri
Yang timbul sebab nasinya dicuri
Jangan bicara soal runtuhnya moral
Mari bicara tentang harga diri yang tak ada arti
Atau tentang tanggung jawab
Yang kini dianggap sepi

Berikan Pijar Matahari "Iwan Fals"

Penyanyi / Artist : Iwan Fals

Terhimpit gelak tertawa
Diselah meriah pesta
Seribu gembel ikut menari
Seribu gembel terus bernyanyi

Keras melebihi lagu tuk berdansa
Keras melebihi gelegar halilintar
Yang ganas menyambar
Kuyakin pasti terlihat
Dansa mereka begitu dekat
Kuyakin pasti terdengar
Nyanyi mereka yang hingar bingar

Seolah kita tidak mau mengerti
Seolah kita tidak mau perduli
Pura buta dan pura tuli

Mari kita hentikan
Dansa mereka
Dengan memberi pijar matahari
Dengan memberi pijar matahari

Terkurung gedung gedung tinggi
Wajah murung yang hampir mati
Biarkan mereka iri
Wajar bila mencaci maki

Napas terasa sesak bagai terkena asma
Nampak merangkak degup jantung keras berdetak
Setiap detik sepertinya hitam
Tak sanggup aku melihat
Lukamu kawan dicumbu lalat
Tak kuat aku mendengar
Jeritmu kawan melebihi dentum meriam

22 Januari "Iwan Fals"

Dua dua Januari
Kita berjanji
Coba saling mengerti
Apa di dalam hati

Dua dua Januari
Tidak sendiri
Aku berteman iblis
Yang baik hati

Jalan berdampingan
Tak pernah ada tujuan
Membelah malam
Mendung yang selalu datang

Kudekap erat
Kupandang senyummu
Dengan sorot mata yang keduanya buta

Lalu kubisikkan
Sebaris kata kata putus asa
Sebentar lagi hujan

Dua buku teori
Kau pinjamkan aku
Tebal tidak berdebu
Kubaca selalu

Empat lembar fotomu
Dalam lemari kayu
Kupandang dan kujaga
Sampai kita jemu

Senin, 25 Februari 2013

Ada Lagi yang Mati "Iwan Fals"

Aku lihat orang yang mati
Diantara tumpukkan sampah
Lehernya berdarah membeku
Bekas pisau lawannya tadi malam
Depan pasar dekat terminal
Pagi itu orang berkerumun
Melihat mayat yang membusuk
Tutup hidung sesekali meludah
Aku lihat orang menangis
Disela gaduhnya suasana
Segera aku menghampiri
Dengan bimbang ku bertanya padanya
Rupanya yang mati sang teman
Teman hitam hidup sepaham
Hanya kisah yang dilewati
Ia berdua ikat tali saudara

Sementara surya mulai tinggi
Panas terasa bakar kepala
Sisa darah orang yang mati
Disimpannya didalam hati
Lalu dia seperti batu
Sampai malam sampai semuanya pergi
Depan pasar dekat terminal
Ada lagi orang yang mati
Lehernya berdarah membeku
Bekas pisau lawannya tadi malam
Sementara surya mulai tinggi
Panas terasa bakar kepala
Dendam ada dimana-mana
Dijantungku dijantungmu
Dijantung hari-hari . . . . . . .
Dendam ada dimana-mana . . . . . . . . . . .

Ujung Aspal Pondok Gede "Iwan Fals"

di kamar ini aku dilahirkan
di bale bambu buah tangan bapakku
di rumah ini aku dibesarkan
dibelai mesra lentik jari ibuku
nama dusunku ujung aspal pondok gede
rimbun dan anggun
ramah senyum penghuni dusunku

kambing sembilan motor tiga
bapak punya
ladangnya luas habis sudah sebagai gantinya

sampai saat tanah moyangku
tersentuh sebuah rencana
demi serakahnya kota
terlihat murung wajah pribumi
terdengar langkah hewan bernyanyi

di depan masjid
samping rumah wakil pak lurah
tempat dulu kami bermain
mengisi cerahnya hari

namun sebentar lagi
angkuh tembok pabrik berdiri
satu persatu sahabat pergi
dan tak kan pernah kembal

Tak Pernah Terbayangkan "Iwan Fals"

    Tak pernah terbayangkan
    Bila harus berjalan tanpa dirimu
    Tak pernah terpikirkan
    Bila aku bernafas tanpa nafasmu
    Nafasmu

    Takdir sudah pertemukan kita
    Tuk berdua dan saling menjaga
    Dan tak mau aku melewati
    Semua ini tanpamu

    Kau hangatkan genggaman tanganku
    Dan berkata akulah milikmu
    Dan tak mau aku menjalani
    Dunia ini tanpamu

    Takdir sudah pertemukan kita



Sumbang "Iwan Fals"

 Kuatnya belenggu besi
Mengikat kedua kaki
Tajamnya ujung belati
Menujam di ulu hati
Sanggupkah tak akan lari walau akhirnya
Pasti mati

Di kepala tanpa baja di
Tangan tanpa senjata
Akh itu soal biasa yang
Singgah di depan mata kita

Lusuhnya kain bendera di
Halaman rumah kita
Bukan satu alasan untuk kita tinggalkan
Banyaknya persoalan yang datang tak
Kenal kasian menyerang dalam gelap

Memburu kala haru dengan
Cara main kayu
Tinggalkan bekas biru lalu
Pergi tanpa ragu
Setan-setan politik kan datang mencekik
Walau dimasa pacekik tetap mencekik

Apakah slamanya politik itu kejam?
Apakah selamanya dia datang
'Tuk menghantam?
Ataukah memang itu yang sudah
Digariskan?
Menjilat, menghasut, menindas
Memperkosa hak-hak sewajarnya

Maling teriak maling sembunyi balik
Dinding pengecut lari terkencing-kencing
Tikam dari belakang lawan lengah
Diterjang lalu sibuk mencari kambing
Hitam

Selusin kepala tak berdosa
Berteriak hingga serak didalam ngeri
Yang congkak lalu senang dalang
Tertawa...ha ha ha

Semoga Kau Tak Tuli Tuhan "Iwan Fals"

Begitu halus tutur katamu
Seolah lagu termerdu
Begitu indah bunga-bungamu
Diatas karya sulam itu
Tampilkan kebajikan seorang ibu

Dengarlah detak jantung benihku
Yang ku tanam dirahim mu
Seakan pasrah menerima
Semua warna yang kita punya,
Segala rasa yang kita bina

Ku harap kesungguhanmu,
Kaitkan jiwa bagai sulam dikarya itu
Ku harap keikhlasanmu,
Sirami benih yang ku tabur ditamanmu.

Oh jelas, rakit pagar semakin kuat
Tak goyah, walau diusik unggas.

Pintaku pada Tuhan mulia
Jauhkan sifat yang manja
Bentuklah segala warna jiwanya
Diantara lingkup manusia
Diarena yang bau busuknya luka

Bukakan mata pandang dunia
B'ri watak baja padanya
Kalungkan tabah kala derita

Semoga kau tak tuli Tuhan,
Dengarlah pinta kami sebagai orangtuanya

Serdadu "Iwan Fals"

isi kepala dibalik topi baja
semua serdadu pasti tak jauh berbeda
tak perduli perwira bintara atau tamtama
tetap tentara

kata berita gagah perkasa
apalagi sedang kokang senjata
persetan siapa saja musuhnya
perintah datang karangpun dihantam

serdadu seperti peluru
tekan picu melesat tak ragu
serdadu seperti belati
tak dirawat tumpul dan berkarat

umpan bergizi oh...perintah bapak
menteri
apakah sudah terbukti
bila saja masih ada buruknya kabar
burung
tentang siapa prajurit yang di kentit

lantang suaramu otot kawat tulang besi
susu telur, kacang ijo ekstra giji
runtuh dan tegaknya keadilan negeri ini
serdadu harus tau pasti

serdadu baktimu kami tunggu
tolong kantongkan tanpa serangmu
serdadu rabalah dada kami
gunakan hati jangan pakai belati

serdadu jangan mau disuap
karena ini jelas berantas
serdadu...oh...jangan lemah syahwat
tanah pertiwi tak sudi melihat

Aku Suka Kamu "Iwan Fals"

Susah...susah mudah kau kudekati

Kucari...engkau lari kudiam kau hampiri

Jinak burung dara justru itu kusuka

Bila engkau tertawa hilang semua duka

Gampang naik darah...omong tak mau kalah

Kalau datang senang...nona cukup ramah

Bila engkau bicara...setan logika

Sedikit keras kepala...ah dasar betina

Ku suka kamu...sungguh suka kamu

Kuperlu kamu...sungguh perlu kamu

Engkau aku sayang...sampai dalam tulang

Banyak orang bilang...aku mabuk kepayang

Aku cinta kamu

bukan cinta uangmu

Aku puja selalu setiap ada waktu

Ku suka kamu...sungguh suka kamu

Ku perlu kamu...sungguh perlu kamu